![]() |
| Ketua DPC APDESI Kabupaten Kepulauan Selayar, Andi Arman (Photo: Tim/Zonareport) |
Zonareport.web.id | SELAYAR, -- Gelombang penolakan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 terus bergulir di seluruh Indonesia. Dari tingkat DPC, DPD hingga DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), para kepala desa kompak menyuarakan keberatan atas regulasi baru ini.
PMK 81/2025 yang ditandatangani Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 19 November 2025 itu mengatur mekanisme penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025, khususnya terkait dana desa non-earmark. Dalam aturan tersebut, dana yang tidak tersalurkan hingga batas waktu tertentu akan hangus dan ditarik kembali ke pusat untuk dialihkan ke program prioritas nasional atau kebutuhan pengendalian fiskal.
Kebijakan ini dinilai mengejutkan dan memberatkan desa, terutama bagi daerah yang penyaluran Dana Desa tahap kedua belum terealisasi. Banyak pemerintah desa terpaksa kembali mengevaluasi APBDes, bahkan sejumlah program yang sudah berjalan terancam batal akibat tidak tersedianya sumber pendanaan.
Situasi makin pelik karena muncul isu baru terkait rencana pemotongan 2/3 Dana Desa tahun 2026 untuk pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Jika kebijakan tersebut diterapkan, ruang fiskal desa diprediksi semakin sempit pada tahun mendatang.
Di Kabupaten Kepulauan Selayar, kebijakan ini turut berdampak signifikan. Ketua DPC APDESI Kepulauan Selayar, Andi Arman mengungkapkan bahwa sekitar 51 dari 81 desa belum sempat mencairkan Dana Desa tahap II karena terkendala syarat administrasi dan waktu yang sangat terbatas.
“Keterlambatan administrasi sangat terasa, apalagi kondisi geografis Selayar berbeda dengan daerah lain. Cuaca dan akses transportasi sering menjadi hambatan. Kebijakan baru ini datang terlalu mendadak, banyak desa kewalahan,” ujarnya, Rabu malam (03/11/2025).
Ia menyebutkan, sejumlah desa berpotensi tidak mampu membayar honor kader posyandu, guru mengaji, dan tenaga lain yang pembiayaannya bersumber dari Dana Desa.
DPC APDESI Kepulauan Selayar secara tegas menyatakan menolak PMK 81/2025 dan telah menyampaikan aspirasi tersebut kepada DPD APDESI Sulawesi Selatan untuk diteruskan ke tingkat pusat.
“Kami berharap kebijakan ini dipertimbangkan ulang. Jangan terlalu mendadak seperti ini,” tegas Ketua DPC APDESI Kepulauan Selayar, Andi Arman pada awak media.
Ia menambahkan bahwa APDESI Selayar tidak dapat mengirim banyak perwakilan untuk aksi nasional pada 8 Desember 2025 mulai dari monas hingga Istana negara di karena minimnya anggaran perjalanan.
“Untuk berangkat ke Jakarta, satu kepala desa bisa menghabiskan minimal Rp10 juta. Mulai dari naik kapal feri menuju Bulukumba, melanjutkan perjalanan darat ke Makassar, lalu terbang ke Jakarta. Ini sangat memberatkan dan menguras tenaga,” jelasnya.
Menurutnya, aspirasi kepala desa dari Selayar akan dikirim dalam bentuk rekaman video ke DPD APDESI Sulawesi Selatan sebagai dukungan sikap penolakan terhadap PMK 81/2025. (AND/AR)
